Postingan

Menampilkan postingan dari Agustus, 2021

HUT ke-76 DPR, Puan Mengajak Seluruh Anggota DPR Sebagai Momentum Untuk Bergotong-royong

Jakarta - Ketua DPR RI Puan Maharani menegaskan komitmen DPR untuk terus berbenah diri di peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-76 DPR RI yang jatuh hari ini, Minggu 29 Agustus 2021. Puan memastikan, DPR merupakan lembaga perwakilan rakyat yang tak akan berhenti melakukan berbagai perbaikan untuk meningkatkan kerja-kerja legislasi, pengawasan dan anggaran, sebagaimana diamanatkan Konstitusi. "Tidak ada yang hal utama bagi DPR selain aspirasi rakyat. Di ulang tahun ke-76 ini, DPR akan terus berbenah diri dan terus belajar untuk mendengar, memahami dan menyalurkan aspirasi rakyat,"kata Puan di Jakarta, Minggu (29/8/2021). Puan mengakui masih terdapat berbagai kekurangan dari DPR dalam fungsinya sebagai penyalur aspirasi rakyat. Oleh karenanya, segala masukan dan kritik dari masyarakat akan menjadi pelecut DPR untuk bekerja lebih baik lagi. "DPR dipilih langsung oleh rakyat, maka masukan dan kritik dari rakyat adalah 'vitamin' buat kami untuk terus

Polemik Ditengah Kisruh Tentang Pilpres, Megawati Larang Kader PDIP Bahas Soal Pilpres

Jakarta -  Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri menerbitkan surat instruksi tentang 'Penegasan Komunikasi Politik' partai. Melalui surat itu, Megawati meminta seluruh kader tak berbicara pilpres dan disiplin untuk tidak memberikan tanggapan terkait capres dan cawapres. Terkait hal ini, Direktur Parameter Politik Indonesia, Adi Prayitno, mengatakan instruksi itu sebagai penegasan bahwa Megawati yang memiliki hak menentukan capres-cawapres yang diusung partai, sesuai amanat kongres PDIP. "Yang jelas soal pilpres itu domainnya ketum, itu yang sebenarnya ingin ditegaskan oleh Bu Huge. Jadi siapa word play here kader dari daerah dan pusat sekalipun itu haram hukumnya bicara soal capres-capresan. Artinya Mega ingin tunjukkan kepada kader bahwa yang menjadi veto player tentang capres, ya, ketum bukan kader," kata Adi, Rabu (25/8). Selain itu, Adi berpandangan instruksi Mega sekaligus upaya mengamputasi para kader menonjolkan salah satu nama yang paling moncer di survei Pil

PKS: Pancasila Bukan Untuk di Perdebatkan Tapi Untuk di Amalkan

 Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Ahmad Syaikhu mengajak para pihak mengakhiri saling klaim paling Pancasilais. Sebab, tindakan itu akan melukai dan membenturkan identitas sesama anak bangsa. "Mari kita akhiri klaim-klaim sepihak yang mengatakan misalnya saya Pancasila, kami Pancasila, tindakan klaim-klaim sepihak tersebut akan melukai dan membenturkan identitas sesama anak bangsa," ujar Syaikhu dalam pidato kebangsaan di HUT ke-50 CSIS, Jumat (20/8/2021). Syaikhu mengatakan, mestinya para pihak mengumandangkan Pancasila bersama. "Kita harusnya bersama sama mengumandangkan kita Pancasila, bagi PKS Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika adalah konsensus bangsa yang tidak perlu lagi diperdebatkan," kata dia. Bukan Diperdebatkan Syaikhu menyebut, Pancasila mestinya diamalkan dan bukan diperdebatkan. Sebab tugas hari ini adalah merealisasikan Pancasila. "Tugas kita pada hari ini adalah merealisasikan

Seorang Aktivis Terancam Vonis 36 Bulan Penjara Karena Kasus politik Uang Pilkada Tangsel

Jakarta - Pengadilan Negeri Kota Tangerang menjatuhkan hukuman penjara kepada Willy Prakasa (52 ), terpidana kasus politik uang, yang mengaklaim sebagai pendukung pasangan calon wali kota-wakil wali kota Tangerang Selatan (Tangsel) nomor urut 3 Banyamin Davnie-Pilar Saga Ichsan. Aktivis Jaringan Reformasi Indonesia (Jari 98) itu sebelumnya terekam video clip saat membagi-bagikan uang kepada warga kampung Rawa Macek, Kecamatan Serpong, Tangsel. Dalam pemberian uang tersebut, dia menyatakan dukungan kepada paslon nomor 3. Dalam putusannya, Majelis Hakim memvonis Willy dengan sanksi pidana penjara 36 bulan dan denda Rp200 juta. Dalam dakwaannya, Hakim menyatakan terdakwa Willy Prakasa terbukti bersalah dengan membagi-bagikan uang supaya mengikuti kemauannya memilih paslon di Pilkada. "36 bulan penjara dan denda Rp200 juta. Bila tidak mampu mengganti denda, kurungan 1 bulan penjara," ungkap Majelis Hakim Wendra Rais, Selasa (1/12). Vonis tersebut lebih ringan